Pidie Jaya – Sekolah Tinggi Ilmu Syariah Ummul Ayman (STIS-UA) resmi mewisuda 168 mahasiswa di ruang STIS-UA, Meurah Dua. Sejumlah wisudawan terdiri dari Program Studi Hukum Keluarga Islam (HKI) sebanyak 93 orang dan Hukum Ekonomi Syariah (HES) sebanyak 75 orang.
Dihadapan para wisudawan, orang tua dan sivitas akademika STIS-UA, Pembina Yayasan Ummul Ayman sekaligus Pendiri STIS-UA, Tgk. H. Nuruzzahri Yahya (Syaikhuna Waled Nuruzzahri), menyampaikan banyak pesan penting sebagai bekal dan harapan untuk kemajuan pendidikan dan kehidupan wisudawan kedepannya.
Beberapa pesan penting itu yaitu, pertama: selalu menghormati dan mengenang jasa kedua orang tua dan guru-gurunya. Keberhasilan wisudawan adalah murni dari hidayah dan ma’unah Allah dengan berkat usaha tiga orang, ayah membiayai, ibu menuntun dan guru sebagai mu’allim (pengajar). Waled juga membacakan syair wajib Ummul Ayman yang berisi tentang mengenang jasa ketiga pihak tersebut.
Kedua: wisuda itu bukanlah akhir segalanya. Tapi prosesi itu adalah awal untuk menuju gerbang selanjutnya. Waled mengharap agar wisudawan melanjutkan ke jenjang lebih tinggi lagi. Baik melanjutkan pendidikan formal di perguruan-perguruan tinggi ternama maupun melanjutkan beut di dayah-dayah ternama lainnya. Juga, siapa yang ingin memberantas kejahilan orang lain maka belajar adalah solusinya. Tujuan belajar-beut adalah untuk tidak menipu orang lain dan agar tidak tertipu oleh orang lain.
“Bek sampe bangai, dipeungeut le gop: Bek sampe BL dipeugah bhan likot, BK Bhan keue. Padahai nyan numboi plisi [Jangan sampai kita bodoh, juga dibohongi oleh orang lain; BL dibilang ban belakang dan BK dibilang ban depan. Padahal itu adalah plat nomor polisi],” ujarnya disambut gelak tawa hadirin.
Ketiga: Waled menuntut para wisudawan agar ‘menjadi dari golongan yang sedikit’. Artinya melakukan apapun pekerjaan walaupun untuk saat ini sedikit orang yang mau melakukan pekerjaan itu. Saat ini, menurutnya, banyak sekali lapangan kerja untuk orang-orang bisa bekerja, namun tidak banyak orang yang mau bekerja di sana.
Selain menuntut wisudawan agar selalu menjadi pengajar, pendakwah dengan ucapan dan tindakan, Waled juga meminta mereka agar lebih produktif dan kreatif dalam melihat peluang-peluang perkembangan ekonomi. Menjadi seorang yang bergelar ‘teungku’ menurutnya tak ada istilah pensiun, oleh karena itu harus selalu kreatif dalam melihat peluang itu.
“Meunyo geutanyoe jeut keu teungku, sabe-sabe kerja. Hana pensiun-pensiun [Kalau kita jadi ‘teungku’, selalu bekerja. Tidak ada pensiun-pensiun],” lanjutnya.
Keempat: Waled meminta agar wisudawan memiliki sifat kasih sayang serta toleran dan penuh kebijakan dalam berdakwah. Dengan ilmu dan sifat-sifat tersebutlah yang menyelamatkan seseorang hidup di dunia dan akhirat.
Kelima: Pandai-pandai menjaga diri dan keluarga. Selaku hamba Allah yang hidup di zaman ini, kita seharusnya pandai menjaga diri dari segala fitnah yang melingkari kehidupan, baik dari sisi pemikiran, arah organisasi ataupun dalam hal berpolitik.
“Kita hidup di zaman ini, peradaban kita pasti bergeser, tapi no problem! Jika kita pandai menjaga diri, insya Allah kita pun akan selamat darinya,” tutupnya.
Reporter: MAA