Bireuen – Ketua Unit Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (UP2M) STIS Ummul Ayman, Dr (cand) Tgk. Abdul Hamid, Lc., M. Ag meluncurkan buku volume ke-III dari serial bukunya ‘Umat Bertanya, Waled Menjawab’, Kamis (18/07/2024). Dalam karya ke-8-nya ini, Tgk Abdul Hamid mengangkat tema tentang ‘Cinta dan Peranannya dalam kehidupan Manusia’.
“Buku ini merupakan lanjutan dari volume I dan II dari buku serial pemikiran Waled Nuruzzahri. Bedanya pada volume ini kita bidik pemikiran Waled dalam aspek cinta. Bagi beliau, cinta menjadi simbol dalam mewujudkan pemeluk agama yang humanis, menjadi perekat dalam melahirkan persatuan bangsa dan menjadi patron dalam mengikis embrio-embrio anarkisme dalam bernegara,” ungkap calon doktor dari Islamic World Research and Studies Institute, Afrika ini.
“Cinta adalah sesuatu yang sangat sulit didefinisikan dan ditafsirkan. Maka oleh karena itu, menurut Waled, segala sesuatu yang dapat melahirkan kedamaian, ketentraman, ketenangan dan kasih sayang adalah cinta. Karena lautan cinta semakin diselami akan semakin dalam, seperti disebutkan Ibn Hazm Andalusi ketika membicarakan perihal cinta, “cinta ibarat permata yang memancarkan cahaya dari setiap sudutnya. Manusia hanya mampu mendefinisikan cinta lewat pancaran cahaya dari sudut-sudut itu.”
Diskusi tentang cinta dalam Islam menjadi pembicaraan yang sangat hangat dan panjang. Karena objek cinta sendiri sangat luas, tidak terbatas pada cinta antara lawan jenis. Tapi mencakup cinta Khaliq kepad mahkluq, cinta mahkluq kepada Khaliq, cinta mahkluq kepada makhluq dan cinta mahkluq kepada alam semesta. Aspek-aspek cinta dalam kategori tersebutlah yang menjadi pendalaman pemikiran Waled dalam buku ini. Sehingga pembicaraan mengenai cinta antara lawan jenis mendapat porsi yang amat sedikit.
Jika kita membuka literatur turats, sangat banyak ditemukan pembicaraan tentang cinta dalam empat aspek tersebut. Sayangnya karya mereka tentang cinta tidak banyak yang sampai ke tengah-tengah kita. Jika pun sampai, tidak banyak dari generasi umat Islam dewasa ini, terutama para muda-mudi yang tertarik untuk membaca atau mampu memahami isinya. Pada kanyataannya, pemikiran mereka hanya dibaca oleh penggiat agama dan ahli tasauf. Adapun muda-mudi yang sedang dibakar api cinta, mereka lebih dominan membaca karya cinta penulis Barat untuk dijadikan patron atau pedoman cintanya.
Realita tersebut mendorong Waled untuk ditulis buku ini. Waled ingin karya ulama Islam tentang cinta dikaji dan dibaca oleh umat Islam sebagaimana mereka mengkaji karya ulama Islam dalam aspek hukum, tauhid, tasauf dan berbagai ilmu alat lainnya. Karena mendalami tentang fikih misalnya, jika tidak ditopang oleh cinta, sangat rentan membuat pemeluk agama yang rapuh dan bernilai sosial rendah. Sebaliknya, berama yang ditopang dengan cinta dapat membuat seseorang tidak terlalu cinta pada dunia.
Bagi Abdul Hamid, karya cinta ini adalah sebuah catatan yang sangat serius diminta oleh Waled untuk ditulis. Buku ini seharusnya sudah terbit lebih awal dari jadwal terbitnya sekarang. Suasana batin Abdul Hamid agak berat dalam merampungkan karya ini. Ketika Waled pertama sekali mengutarakan keinginannya untuk ditulis pemikiran beliau dalam aspek cinta di Vol III ini di usianya yang senja, Abdul Hamid langsung teringat kepada sosok Syekh Muhammad Saied Ramadhan Al-Buthi, ulama yang dikagumi yang sangat berpengaruh di Timur Tengah abad 21.
Buku terakhir yang ditulis Al-Buthi juga tentang cinta, yaitu “Al-Hubbu fi al-Quran wa Daur al-Hubbi fi Hayat al-Insan”, sebuah buku yang mengupas tentang makna cinta dalam Alquran melalui kalam yang Qadim. Ini adalah karya terakhir Al-Buthi, pada saat merampungkan karya ini beliau sudah sangat sepuh, setelah karya ini terbit, Al-Buthi meninggal dunia.
Hal yang sama dengan Al-Buthi, di usia yang sudah senja telah mencapai puncak pemahaman tentang cinta, Waled meminta untuk ditulis pemikirannya tentang cinta.
“Mudah-mudahan buku ini bukan karya terakhir ulama kharismatik kita ini. Semoga pemikiran keindahan cinta ini bisa menjadi patron Masyarakat dalam beragama dengan penuh kedamaian dan moderat,” tutup Abdul Hamid. [MAA]