Oleh: Naila Fitra*
Perayaan tahun baru pada 1 Januari pertama kali dilakukan pada tahun 46 SM, pada saat kekuasaan Kaisar Romawi, yaitu raja Julius Caesar. Ia memutuskan untuk mengganti penanggalan romawi yang terdiri dari 10 bulan (304) hari, yang dibuat oleh Romulus pada abad ke-8. Julius Caesar menjadikan kalender yang kita gunakan saat ini kepada sistem romawi dikarenakan tidak adanya kesinkronan dengan pergantian musim yang terjadi, maka ditambahkan bulan baru sehingga menjadi 12 bulan. Lalu, mengenai dasar perhitungan dalam tahun Masehi, itu menurut perputaran bumi atau revolusi, karena hal demikian, tahun Masehi juga disebut tahun Syamsiah, yaitu tahun matahari. Dalam penanggalan Masehi, pergantian tanggal dimulai pada pukul 24:00.
Tahun Baru Masehi adalah suatu perayaan untuk memperingati telah berakhirnya masa satu tahun dan akan dimulainya hitungan baru pada tahun selanjutnya,. Banyak manusia yang merayakan perayaan tersebut dan banyak juga kegiatan yang mereka lakukan seperti, makan bersama keluarga, bertukar hadiah, menonton bersama, bermain game, bahkan menyaksikan serta ikut andil dalam pesta kembang api. Budaya ini banyak dilakukan oleh orang-orang yang tinggal di bagian timur, seperti halnya China yang ber-ibukota-kan Beijing, Jepang dengan ibukota Tokyo, Korea Utara yang ibukotanya Pyongyang dan Mongolia dengan ibukotanya Ulan Bator.
Tahun Baru ini juga dikenal sebagai perayaan setelah setahun sebelum Masehi atau Before Christ, yang mana tahun itu adalah tahun sebelum lahirnya Isa Almasih. Dan perlu kita ketahui bahwa ada kehidupan di masa itu dan tepat pada tahun setelahnya adalah tahun kelahirannya Isa Almasih.
Dari penjelasan diatas telah kita ketahui seluk-beluk dari mana datangnya Tahun Baru Masehi. Dan sekarang mari menelusuri apa itu Tahun Baru Hijriyah?
Tahun Baru Hijriyah adalah Tahun baru bagi orang Islam, yang ditandai dengan adanya peristiwa hijrah Nabi Muhammad Saw dari kota Mekkah ke Madinah pada tahun 622 M. Penanggalan penetapan kalender Hijriyah juga ditandai dengan adanya momen tersebut, oleh karenanya tahun 622 M menjadi tahun pertama di dalam kalender Hijriyah. Sedangkan penetapan awal Tahun Baru Hijriyah diawali dengan 1 Muharram, karena pada bulan Muharram ini juga diperingati suatu momen yaitu kepulangan umat muslim dari Tanah Suci Mekkah. Lafaz ‘Muharram’ memiliki arti ‘dilarang’, maksudnya segala hal yang melanggar hukum itu dilarang dalam melakukannya.
Berbeda dengan Masehi, dalam Islam, cara menentukan bulan itu dengan adanya rukyatul hilal yaitu mengamati hilal (anak bulan) secara langsung,. Apabila hilalnya tidak terlihat ataupun gagal terlihat maka bulan kalender berjalan dengan diistikmalkan yaitu dengan digenapkan menjadi 30 hari. Kalender dalam Tahun Hijriyah itu diperhitungkan berdasarkan pergerakan bulan, sedangkan penanggalan harinya dimulai pada saat matahari terbenam atau setelah magrib.
Tahun Baru Hijriyah juga memiliki makna yang begitu mendalam untuk direnungi oleh seluruh umat Islam, dan dari makna tersebut kita bisa berpikir, Tahun Baru manakah yang patut kita rayakan?! Diantara makna-makna Tahun Baru Hijriyah yaitu:
- Memberi makna ‘menyadari akan waktu yang terus berjalan’. Di sini jelas kita ketahui bahwa banyak umat muslim yang begitu sibuk dengan urusan duniawisehingga mereka melupakan urusan ukhrawi, maka dengan adanya Tahun Baru Hijriyah menyadarkan manusia agar berbuat banyak kebaikan dan tidak menebarkan keburukan.
- Memberi makna akan ‘ujian yang kita hadapi adalah milik Allah Swt’. Di tahun baru kita akan semakin sadar bahwa semua ujian dan rintangan yang Allah Swt berikan merupakan bukti cinta dan kasih Allah Swt kepada hambaNya. Yakin bahwa itu semua adalah penyebab diberikannya nikmat iman dan nikmat Islam kedepannya, dan menjadi penyebab diberikannya kebahagiaan semua makhluk-Nya.
Telah kita baca dengan jelas dari tulisan di atas bahwasanya terlalu banyak kelebihan Tahun Baru Islam di dalam kehidupan kita. Oleh karena itu patutkah kita merayakan Tahun Baru selain Tahun Baru Hijriyah? Jawabannya tentu ‘tidak’.
Mengapa? Karena Tahun Baru Masehi bukanlah Tahun Baru bagi umat muslim melainkan bagi non-muslim, maka bagi umat muslim tidak diperbolehkan merayakannya, karena akan menciptakan perbuatan tasyabbuh yaitu menyerupai, yang mana menyerupai orang² kafir yang melakukan perayaan pada tahun tersebut.
***
*Naila Fitra, seorang mahasiswi kelahiran tahun 2002. Putri pertama dari bapak Mahmuddin dan Ibu Marhamah yang berdomisili di Muara Dua, Lhokseumawe. Memulai pendidikan sejak tahun 2007 hingga sekarang, penulis merupakan alumnus Dayah Ulumudin, Uteunkot selama 6 tahun, di angkatan yang ke-24. Saat ini melanjutkan studi sebagai mahasiswi di Sekolah Tinggi Ilmu Syariah Ummul Ayman Pidie Jaya.